MALIN DEMAN DAN PUTI BUNSU.
Assalammualaikum
warah matullahi wabarakatuh.
Salam kompak untuk
segenap pembaca di seluruh dunia. Pada post pertama ini penulis akan menyajikan
sebuah cerita dongeng rakyat dari ranah Minang. Cerita ini penulis peroleh dari
ibu terkasih waktu penulis masih kecil
dulu.
Sebagai pendahuluan,untuk
salam pembuka dari penulis, mari kita mengenal
dulu sedikit akan adat istiadat Ranah Minang. Minangkabau adalah sebuah daerah
yang terletak di bagian barat pulau sumatera. Penduduk Minangkabau terkenal dengan kebudayaanyang unik, dan
struktur adat yang mengacu pada tuntunan Kitab Suci Alquran, hal ini disebut
dengan “Adat Basandi Sarak, Sarak Ba Sandi Qitabullah”, yang artinya,
setiap peraturan yang ditetapkan dalam struktur adat Minangkabau, harus
memegang teguh semua ajaran yang ditekankan dalam agama Islam.
Hal di atas ditegaskan
oleh Pucuk pimpinan adat Minangkabau , dan wajib diikuti oleh seluruh anak kamanakan putra asli Minangkabau , baik
secara keturunan langsung maupun keturunan silang. Keputusan dan ajaran ini
diungkapkan dalam sebuah pantun wasiat yang berbunyi:
“Biriak-biriak
turun ka samak, tibo di samak mancari makan.
Dari
niniak turun ka mamak, Dari mamak turun ka kamanakan”.
Yang artinya, semua
ketentuan dalam peraturan adat Minangkabau , telah ditetapkan oleh pucuk
pimpinan suku Minangkabau yaitu niniak
dan di laksanakan oleh semua pemimpin kaum Minangkabau dalam hal ini mamak, dan
di wariskan kepada semua anak dan kamanakan di Minangkabau. Hal ini mutlak, dan
pantang untuk dilanggar, dan diikat dalam sebuah sumpah yang tak tertulis, yang
di sebut dengan sumpah biso kawi.
Bagi
anak kamanakan keturunan Minangkabau yang melanggar aturan adat minang, maka hidup
mereka tampa mereka sadari akan sial, seumpama kerakap(tumbuhan sperti sirih)
tumbuh di batu yang disebut dalam sebuah pengandayan: “Ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah di
giriak kumbang”, yang bisa diartikan
dengan tiada tempat bagi mereka tempat mengadu, di seluruh alam Minangkabau. Secara
otomatis mereka akan dikucilkan dari pergaulan anak minang, baik dari garis
keturunan maupun dari masyarakat Minangkabau .
Selain
dari struktur adatnya yang unik, Minangkabau juga menyimpan segudang cerita rakyat yang
sangat menarik. Dengan cerita-cerita inilah dahulunya seorang Bundo (ibu) di Minangkabau menidurkan anak-anaknya, Selain cerita-cerita yang
sangat menarik, juga kaya akan pendidikan moral yang tersirat dalam setiap
kisah.
Pengalaman
ini hampir sebagian besar di nikmati oleh anak-anak di Minangkabau , termasuk
penulis sendiri, salah satu cerita yang sangat melekat dalam ingatan penulis
adalah sebuah cerita dongeng yang sangat sarat dengan pesan moral di dalamnya. Walau
hanya sebuah dongeng menjelang tidur, namun inilah motifasi penulis untuk
berjalan mengikuti roda kehidupan di alam nyata.
Nah,
penulis ingin menceritakan sebuah kisah yang pernah penulis dengar dari sang
ibu , cerita ini berjudul “Si malin Deman dan puti bungsu”. ups!…… lalu,apa hubungannya dengan
penitahan adat istiadat Minangkabau di
atas bro? Tenang sahabat pembaca, InshaAllah
pada postingan khusus nanti akan penulis uraikan secara rinci dan
gamblang. Saat ini penulis akan menghantarkan sebuah dongeng yang penulis nikmati dari Ibu tercinta pada
waktu penulis masih kecil dulu, penasarankan?, mari kita langsung ke TKP!
Malin Deman adalah
seorang pemuda yang berasal dari keluarga sederhana. Pada usia tiga tahun,
Malin Deman sudah kehilangan sosok seorang ayah tercinta. Di mana waktu itu
sang ayah meninggalkannya tampa satupun harta warisan yang bisa dijadikan
sebagai penopang hidup.
Sebagai seorang anak
tunggal, Malin Deman memang sangat manja. Tapi, pada siapa Malin akan bermanja
kini. Semenjak sang ayah pergi menghadap Ilahi, hanya ibu tempat satu-satunya
Malin mengadu. Lantaran bertemankan kemiskinan sepanjang hari, akhirnnya ibu
Malin memutuskan menjadi seorang penjual kayu api Sebagai pekerjaan untuk
menupang hidup mereka. Begitulah, Setiap pagi ibu dan anak ini selalu pergi ke
hutan untuk mencari kayu api, yang nantinya akan dijual pada penduduk kampung.
Hari
berganti, bulanpun berlalu, Usia si Malin makin bertambah, kini Malin masuk
pada usia remaja. Pada zaman itu di ranah Minang belum mengenal bangku
sekolahan, Malin hanya belajar silat di rumah pamannya. Seiring dengan
bertambahnya usia. Malin telah bisa merasakan
bagaimana saratnya beban sang ibu sebagai seorang pencari kayu bakar untuk
penyambung hidup. Demi mengurangi beban sang ibu Malin Demanpun belajar
memancing ikan di sungai, juga belajar sabung ayam yang mana pada waktu itu
sabung ayam sangat terkenal di Minangkabau, Selain merupakan sebuah permainan
yang menarik, Juga ayam yang menang akan membawa pulang gelar dan hadiah. Sedangkan
memancing ikan dikala itu sangat menjanjikan, karena hasil pancingan bisa
dijual pula.
Dari sinilah cerita
bermula. Ketika asyik memancing, Malin bertemu dengan putri kayangan, dan Malin
merayu sang putri untuk tinggal di bumi, bahkan lebih dari itu, Malin ingin
mempersunting putri tersebut.
Seperti perumpamaan
orang Minang , Malang sekejap mata mujur sepanjang hari. Entah malang entah
mujur, Malin akhirnya sukses menundukkan hati sang putri. Walau akhirnya Malin
membayar mahal akan perbuatannya itu.
Nah pembaca!, Penasaran
bagai mana cerita lengkapnya? Nantikan serial lengkap kisah ini di situs
kesayangan sahabat di www.langgammutiara.com. Dan ikuti juga
postingan-postingan menarik dari para penulis lainnya. Sampai jumpa di postingan
mendatang. Salam by Satria.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke situs kami.
Comment dan masukan anda
sangat berguna untuk kemajuan situs kami.
Salam langgammutiara media.