Cerpen: Uang Lebih Penting Dari Kecantikan

Hari ini Jeihan amat bahagia. Percaya dirinya memang sedang menempati tingkat dewa. Ia bermaksud melakukan survey kepada semua kenalannya, meminta pendapat mereka seputar penampilannya. Mana tahu pendapat itu bisa menempatkannya di urutan pertama kategori tercantik di dunia. Terkesan narsis sih, tetapi bodoh amatlah.
    Kemarin, Elza, Audya, Dela, Rangga, dan Gunawan mengatakan kalau Jeyhan itu sebenarnya cantik. Tentu saja kelimanya memberi penilaian berdasarkan sudut pandang yang berbeda. Ya, namanya juga lima kepala, wajar saja kalau isinya juga tidak sama.
Elza secara terang-terangan berkata kalau Jeyhan itu cantik. Waktu itu Jeyhan memang sedang merajuk, pusing karena tak tahu fotonya harus diedit bagaimana lagi agar mendapat pujian cantik dari teman sebayanya. Bukannya tak ada yang mengatakan dia cantik, hanya yang sering mengatakan hal itu adalah orang-orang yang tidak Jeyhan kenal. Kalaupun ada kenalannya yang bilang dia cantik, itu hanya satu atau dua orang, dan itu belum cukup bagi Jeyhan. Faktanya, ia masih kerap merasa kurang percaya diri. Apalagi yang sering memujinya cantik hanyalah Mang Opan si tukang cilok yang jualan di depan Universitasnya, beserta Mbok Ipeh si tukang gorengan keliling yang acap lewat di depan rumahnya. Yapz, bagi Jeyhan, sapaan mereka tak lebih dari sekadar basa-basi atau rayuan gombal agar dagangan mereka dibeli Jeyhan.

     “Jey, sebenarnya Lu tu udah cantik. Jadi, ngapain harus edit foto segala lagi?” demikian kalimat Elza saat melakukan panggilan suara via whatsapp dengan Jeyhan.

“Nggak usah ngibur deh” Jeyhan menjawab ketus.

“Gue serius tahu.” Elza mencoba meyakinkan.

“Atas dasar apa coba Lu bisa bilang gue cantik?” tantang Jeyhan.

“Hidung Lu tu mancung, Jey. Dan itu bukan kata gue doang.”

“Aagghh … ngaco Lu! Di keluarga gue mana ada yang mancung,” salak Jeyhan. “Jadi, mustahil gue bisa mancung sendiri.”

“Yeee … dikasih tahu malah ngeyel! Sono teleponin temen Lu atu-atu, tanyain deh pendapat mereka tentang Lu!” dari situlah munculnya ide survey kecantikan yang Jeyhan lakukan.

     Sebagai langkah awal, Jeyhan menanyai satu per satu sahabatnya. Jeyhan yakin bahwa para sahabat tidak mungkin mengecewakannya. Jikapun di antara mereka ada yang berlagak ingin muntah, Jeyhan bisa memastikan kalau itu hanya sandiwara.
Chat whatsapp bertindak. 

 Gue mau tanya. Tapi ini seriusan yah! Menurut Lu, gue cantik nggak sih? 

Jeyhan mengirim pertanyaan yang sama kepada Audya, Gunawan, Dela, dan Rangga. Pertanyaan yang sedikit norak, tetapi mau bagaimana lagi? Jeyhan harus memastikan kenyataan dirinya yang memang cantik demi menghilangkan sifat tidak percaya dirinya saat harus mengunggah foto tanpa editan di media sosial.

     Jeyhan tidak perlu menunggu lama untuk mendapat respon para sahabatnya. Audya yang sedang daring segera membalas chatnya tadi. 

 Hoi, Lu habis mimpi apa semalam? Tumben banget nanya kayak gitu! 

 Udaaaaahhh … jawab aja yang sejujurnya! 

 Hmmm … kalau dipikir-pikir sih, Lu tu emang cantik. Sayangnya Lu kebanyakan ngedit foto. Jadi, kecantikan Lu yang sebenarnya nggak kelihatan lagi. 

 Ha, masa sih? Kok Lu nggak pernah bilang sama gue kalau gue tu cantik? 

 Ya, seperti yang gue bilang tadi, Lu kebanyakan ngedit foto sih! Kalau gue muji Lu cantik, yang ada malah penyakit suka ngedit foto Lu makin parah. 

 Habisnya gue nggak pedean gitu kalau harus unggah foto tanpa diedit gitu. Tapi, Lu nilai gue cantik dari mana? 

 Semua orang juga tahu kali, Jey! Bahkan, tanpa gue bilang sekalipun, Lu udah tahu jawabannya. Lu punya body yang ideal. Udah tinggi, ramping. Makan banyak pun tu badan nggak gemuk-gemuk juga. Jujur, gue pengen punya badan kayak Lu, Jey. 

 Menurut Lu, hidung gue mancung nggak? Soalnya si Elza bilang gitu. 

 Biasa aja menurut gue. Nggak mancung, nggak juga pesek. Demikianlah percakapan Jeyhan dan Audya di Japri.

 “Ohh … mungkin itu yang dibilang kalau cantik itu relative!? Batin Jeyhan. “Semua orang,  bisa bilang cantik, tapi tergantung bagaimana mereka menilai cantik itu.” 

     Survey selanjutnya dilakukan Jeyhan dengan menanyai penghuni rumahnya. Bentuk pertanyaannya sama seperti pertanyaan yang sering dilontarkan ibu tiri Putri salju kepada cermin ajaibnya, tentunya dengan sedikit modifikasi sehingga pertanyaan tersebut berubah menjadi siapakah orang yang paling cantik di rumah ini. Akan tetapi, sebelim memulai surveynya, jeyhan memilih membersihkan diri terlebih dahulu. Saat itulah, Jeyhan kembali memutar memori ingatannya mengenai pendapat para sahabatnya tentang kecantikannya.
Menurut Dela, Jeyhan mempunyai wajah mulus tanpa sedikit jerawat pun. Bagi Gunawan, Jeyhan memiliki kulit putih bersih bak iklan pemutih di televise. Sedangkan menurut Rangga, Jeyhan itu cantik karena sering tersenyum dan membawa keceriaan bagi siapapun yang menatapnya. Apalagi jika terlibat dengan gurauannya yang super gokil! Yeah, mendengar semua pendapat itu, Jeyhan pun merasa bahwa dirinya bagaikan putrid di dalam dongeng, membuatnya senyum-senyum sendiri. 

     Jeyhan bertemu saudara kembarnya di ruang makan. Spontan pertanyaan yang sudah Jeyhan persiapkan terlontar begitu saja dari mulutnya. Telinganya pun dipersiapkan demi mendengar jawaban yang indah-indah sesuai harapannya. Akan tetapi, alih-alih member jawaban, Johan sang kembaran malah menatap Jeyhan dengan keheranan yang tak bisa disembunyikan.

 “Lu abis kesambek apaan sih? Nanya kayak gitu segala. Basi tahu nggak?” respon Johan ketus, kemudian meneruskan aktivitas mengoles rotinya dengan selai kacang.

“Ihh … juju raja kali, nggak usah pakai marah gitu!” goda Jeyhan. “Lu sirik, kan punya kembaran yang cantik banget kayak gue?” 

“Eh, kalau sama gue, jelas Lu yang cantik. Gue mah cowok, nggak mungkin dibilang cantik. Tapi kalau di rumah ini, gue rasa masih cantikan Mbok Ena ketimbang Lu. Setidaknya Mbok Ena masih suka eksis di instagram dengan fotonya yang apa adanya. Nggak kayak Lu yang kayak badut.” Johan pun meninggalkan Jeyhan yang hanya bisa mematung dengan sepotong roti di tangan.
     Ketika Momynya pulang dari salon lima menit kemudian, ia pun terheran-heran mendapati Jeyhan mematung di salah satu sudut meja, bagaikan dipasangi paku payung alias tidak bergerak sedikit pun. 

 “Jey saaaagaaang …! Apa yang kaulakukan di situ?” sapanya histeris. 
Akan tetapi, alih-alih menjawab, Jeyhan malah balik bertanya. 
“Mom, siapa yang paling cantik di rumah ini?” 

“Ohoho … ya jelas Momy dong!” si Momy menyahut dengan nada pongah. “Sayang, coba deh lihat nih model potongan rambut baru Momy! Mirip potongan rambut pelakor drama Korea yang cantik itu, kan?” lanjutnya penuh kebanggaan. Kepalanya diputar-putar ke kanan dank e kiri, periss tingkah anak kecil merengek minta permen.

     Sementara itu, Jeyhan hanya bisa melongo menyaksikan tingkah laku ibunya.
 “Ohya, Sayang,” si Momy memanggil riang. “Momy mau berterima kasih sama kamu. Karena kamu, Momy bisa ke salon dan Mall hari ini.”

“Hah …!” Jeyhan menatap bingung. “Maksud Momy?” 

“Kemarin Momy lihat di dompetmu ada uang lima ratus ribu. Nah, uangnya Momy ambil. Nggak apa-apa, kan? Kamu kan masih banyak tabungan. Apalagi, kamu sudah bisa cari uang sendiri dengan cara berjualan skincare.” 

“Aduh, Momy!” Jeyhan menjadi gemas. “Itu kan buat beli skincare lagi.”

“Ahh, kamu kan masih ada tabungan di Bank!”

“Tapi itu buat bayar uang kuliah, Mom!” Jeyhan berseru tak berdaya, dan melihat itu, sang momy jadi tidak tega.

“Iya deh, nanti Momy ganti kok pas gajian.” Katanya menenangkan.

     Akhirnya, meskipun tidak mendapat pujian memuaskan dari keluarganya, Jeyhan tetap merasa senang. Setidaknya, Momy akan mengganti uangnya. Karena biar bagaimanapun, bagi Jeyhan uang itu lebih penting dari kecantikan. Kalau tidak ada uang, tidak aka nada perawatan dan kuota untuk eksis di media sosial. Yaps, sekarang memang zaman serba canggih. Mau secantik apapun, aplikasi pasti bisa mewujudkannya.
Diam-diam, Momy,  mengagumi kecantikan putrinya. Akan tetapi, ia tidak mau mengakui itu di depan Jeyhan langsung. Sebab jika begitu, tidak akan ada lagi yang memuji dirinya. Suaminya saja lebih memilih Jeyhan dalam hal kecantikan kok.

   The end.

Cerpen Karangan : Miftah Hilmy Afifah.

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke situs kami.
Comment dan masukan anda
sangat berguna untuk kemajuan situs kami.
Salam langgammutiara media.

Postingan populer dari blog ini

Di Balik Kesabaran Ada Hikmah Yang Terpendam.

10 Bahasa Daerah di Indonesia yang Paling Banyak Penuturnya.

MENJADI PINTAR GA HARUS MAHAL GENG.